Tadabbur Al-Quran

Urgensi Membaca: Perspektif Ulama Ahli Tafsir

Urgensi Membaca: Perspektif Ulama Ahli Tafsir

Kamis, 26 September 2024

Oleh: Mohammad Affan Basyaib, B.Ed., M.Ed
(Phd Student Higher Education Management King Saud University)

Membaca adalah aktivitas yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Dalam ajaran Islam, urgensi membaca mendapat perhatian besar, sebagaimana tercermin dalam wahyu pertama yang diturunkan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, yaitu perintah Iqra’ atau “Bacalah.” Perintah ini bukan hanya seruan untuk sekadar membaca begitu saja, tetapi juga ajakan untuk merenungkan, memahami, dan menggali ilmu serta mengamalkan ilmu. Para ulama tafsir memberikan berbagai penjelasan mengenai makna mendalam di balik ayat-ayat perintah membaca ini, yang menunjukkan bahwa membaca merupakan salah satu kunci dalam membangun peradaban dan memperkuat hubungan manusia dengan Allah melalui ilmu yang telah diturunkan-Nya.

Dalam Surah Al-‘Alaq, Allah memerintahkan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk membaca dalam dua ayat berturut-turut:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الذي خلق
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan.”

اقْرَأْ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ
“Bacalah dan Tuhanmu yang Maha Pemurah.”

Pengulangan kata Iqra’ (bacalah) dalam ayat-ayat ini menunjukkan urgensi membaca sebagai jalan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Para ulama tafsir memberikan penjelasan mendalam tentang makna di balik pengulangan ini, yang memperkuat pentingnya membaca bagi manusia.

3 Cara Pencarian Ilmu

Dalam konteks pencarian ilmu, terdapat tiga cara utama yang dapat diidentifikasi sebagai fondasi untuk memperoleh pengetahuan yang lebih dalam. Ketiga cara ini tidak hanya menunjukkan metode yang dapat ditempuh, tetapi juga menegaskan bahwa membaca adalah bagian integral dari proses tersebut.

Imam Ibnu Asyur dalam tafsirnya At-Tahrir wat Tanwir, menjelaskan bahwa:

وأنَّ تَحْصِيلَ العُلُومِ يَعْتَمِدُ أُمُورًا ثَلاثَةً: أحَدُها: الأخْذُ عَنِ الغَيْرِ بِالمُراجَعَةِ والمُطالَعَةِ، وطَرِيقُهُما الكِتابَةُ وقِراءَةُ الكُتُبِ، فَإنَّ بِالكِتابَةِ أمْكَنَ لِلْأُمَمِ تَدْوِينُ آراءِ عُلَماءِ البَشَرِ ونَقْلُها إلى الأقْطارِ النّائِيَةِ وفي الأجْيالِ الجائِيَةِ.
والثّانِي: التَّلَقِّي مِنَ الأفْواهِ بِالدَّرْسِ والإمْلاءِ.
والثّالِثُ: ما تَنْقَدِحُ بِهِ العُقُولُ مِنَ المُسْتَنْبَطاتِ والمُخْتَرَعاتِ. وهَذانِ داخِلانِ تَحْتَ قَوْلِهِ تَعالى: (﴿عَلَّمَ الإنْسانَ ما لَمْ يَعْلَمْ﴾)

artinya, “Dan sesungguhnya memperoleh ilmu pengetahuan itu bergantung pada tiga hal: Yang pertama, mengambil dari orang lain melalui pengkajian murojaah dan membaca, dan cara keduanya adalah menulis dan membaca buku, karena dengan menulis, umat manusia dapat mencatat pendapat para ilmuwan dan menyebarkannya ke negara-negara jauh dan kepada generasi yang akan datang. Yang kedua, talaqqi menerima dari lisan melalui pengajaran dan imla’ (diktasi). Yang ketiga, apa yang dihasilkan oleh akal pikiran dari penemuan dan penciptaan. Dan kedua hal terakhir ini termasuk dalam firman-Nya: “Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak dia ketahui.”

Berdasarkan penjelasan Imam Ibnu Asyur diatas, kita dapat merangkum tiga cara utama yang menjadi pondasi dalam pencarian ilmu, yaitu:

  1. Belajar dari Orang Lain:
    Metode ini mencakup pengambilan ilmu melalui rujukan, membaca, dan mendokumentasikan pemikiran para ulama, ilmuwan atau orang-orang yang berpengalaman di bidangnya.
  2. Belajar Langsung dari Guru:
    Pembelajaran secara langsung melalui pembelajaran di kelas, pengajaran metode talaqqi, ceramah, atau diskusi sangat penting dalam proses pendidikan.
  3. Berpikir Sendiri:
    Kemampuan untuk berpikir kritis dan kreatif merupakan aspek penting dalam memperoleh ilmu. Melalui analisis, eksperimen, problem solving dan refleksi, seseorang dapat mengembangkan pengetahuan baru berdasarkan pengalaman mereka sendiri.

Semua proses ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an yang menyatakan, “Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya” (Al-Alaq: 5). Ayat ini menegaskan bahwa ilmu pengetahuan itu berasal dari Allah dan dapat diperoleh tidak hanya melalui interaksi dengan orang lain, tetapi juga melalui usaha dan penemuan pribadi. Oleh karena itu, untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat, kita perlu selalu berpikir kritis dan kreatif, aktif membaca dan menulis, serta belajar dari orang-orang yang lebih berpengalaman.

Tafsir Ulama tentang Perintah Membaca

1. Tafsir Imam Abu Hayyan

Dalam tafsirnya Al-Bahrul Muhith, Imam Abu Hayyan menjelaskan bahwa pengulangan perintah Iqra’ bertujuan untuk memudahkan pelaksanaan perintah itu. Beliau menyatakan:

ثُمَّ جاءَ الأمْرُ ثانِيًا تَأْنِيسًا لَهُ
“Kemudian datanglah perintah kedua untuk memudahkan (perintah pertama).”

Dengan kata lain, pengulangan ini bukan semata-mata penegasan, tetapi juga untuk memberikan dorongan agar perintah membaca ini dapat lebih mudah dipahami dan dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW, serta umatnya.

2. Tafsir Imam Abus Sa’ud

Imam Abus Sa’ud dalam tafsirnya Irsyadul Aqli Salim menyebutkan bahwa pengulangan kata Iqra’ merupakan bentuk penegasan terhadap perintah membaca. Beliau berkata:

تَأْكِيدًا لِلْإيجابِ
“Penegasan atas perintah sebelumnya.”

Dengan demikian, membaca adalah suatu keharusan yang diperintahkan oleh Allah, tidak hanya sekali, tetapi ditegaskan kembali untuk menekankan pentingnya membaca bagi kita dalam mencari ilmu.

3. Tafsir Imam Al-Wahidi

Dalam tafsir Al-Basith, Imam Al-Wahidi juga memberikan penjelasan tentang urgensi membaca yang ditegaskan dalam kata Iqra’. Beliau menafsirkan:

قوله: ﴿اقْرَأْ﴾ تقرير للتاكد
“Perkataan-Nya (Allah): ‘Bacalah!’ adalah penegasan yang kuat.”

Menurut Imam Al-Wahidi, kata Iqra’ memiliki makna yang dalam dan luas terkait dengan pentingnya membaca, baik secara lahiriah maupun batiniah, serta menegaskan bahwa membaca adalah jalan menuju pemahaman yang mendalam.

4. Tafsir Imam Al-Baidhowi

Dalam tafsir Anwarut Tanzil, Imam Al-Baidhowi memberikan pemahaman bahwa pengulangan perintah Iqra’ adalah bentuk penekanan yang lebih kuat. Beliau menyatakan:

اقْرَأْ:تَكْرِيرٌ لِلْمُبالَغَةِ
“Bacalah! merupakan pengulangan untuk menekankan.”

Pengulangan ini menunjukkan bahwa membaca adalah kunci utama dalam membangun peradaban umat Islam. Dengan menekankan pentingnya membaca, Allah menyerukan kepada kita untuk terus menyebarkan ilmu pengetahuan di kalangan masyarakat.

Membaca sebagai Landasan Ilmu Pengetahuan

Membaca adalah sarana utama yang mendasari akumulasi pengetahuan dan penyebarannya. Al-Qur’an memulai wahyunya dengan perintah membaca, menandakan pentingnya keterlibatan manusia dalam proses intelektual dan spiritual melalui membaca. Para ahli tafsir tidak hanya melihat pengulangan perintah Iqra’ sebagai pengulangan biasa, tetapi lebih sebagai bentuk taujih (pengarahan) agar kita memahami bahwa membaca adalah sumber utama dalam mendekatkan diri kepada Allah melalui ilmu.

Sejarah juga mencatat bahwa umat yang kuat secara intelektual dan moral adalah umat yang menjadikan membaca sebagai budaya mereka. Pada masa kejayaan Islam, tradisi membaca dan menulis berkembang pesat, melahirkan ilmuwan-ilmuwan besar di berbagai bidang, baik Ilmu Syariat, maupun ilmu sains. Dalam konteks ini, para ulama tafsir juga mengingatkan umat Islam akan pentingnya menghidupkan kembali budaya membaca di tengah kemajuan teknologi informasi saat ini, yang justru bisa melalaikan manusia dari esensi pencarian ilmu yang mendalam.

Membaca dalam Konteks Modern

Di era digital, tantangan untuk mempertahankan budaya membaca semakin kompleks. Informasi yang berlimpah dan kemudahan akses tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan kualitas pengetahuan. Membaca yang dimaksud dalam Al-Qur’an bukan sekadar aktivitas fisik untuk melihat huruf dan kata-kata, melainkan proses yang menyeluruh yang melibatkan pemahaman, refleksi, dan internalisasi pengetahuan yang diperoleh.

Menurut kajian literatur modern, membaca yang kritis dan mendalam menjadi semakin langka di era di mana orang lebih banyak beralih ke informasi instan. Padahal, seperti yang telah dijelaskan oleh para mufassir, membaca adalah proses yang harus dilakoni dengan kesadaran penuh akan peran ilmu dalam kehidupan individu dan masyarakat.

Membaca sebagai Alat untuk Menghadapi Tantangan Zaman

Kemajuan teknologi, globalisasi, dan perubahan sosial yang cepat memerlukan individu dan masyarakat yang mampu menyerap dan menerapkan pengetahuan dengan baik. Membaca adalah salah satu keterampilan yang menjadi modal dasar untuk beradaptasi dengan tantangan-tantangan tersebut. Tanpa kemampuan membaca yang kuat, baik dalam arti tekstual maupun kontekstual, umat Islam dapat kehilangan arah dalam menghadapi arus perubahan global.

Dalam hal ini, urgensi membaca bukan hanya soal perintah agama, tetapi juga menjadi kunci untuk memajukan peradaban. Seperti yang dikatakan oleh Imam Al-Baidhowi, pengulangan perintah Iqra’ bukan hanya tentang penegasan perintah, tetapi lebih dari itu, tentang pentingnya penyebaran ilmu pengetahuan untuk membangun umat yang lebih baik.

Leave a Reply