Opini

Lalai Saat Berhutang?

Lalai Saat Berhutang?

Mohammad Affan Basyaib, B.Ed

(Quranic Studies King Saud University)

Meminjam uang boleh saja ketika dalam kondisi mendesak namun jangan sampai terlalu bermudah-mudahan seperti yang banyak kita saksikan akhir-akhir ini.

Seseorang yang meminjam uang kepada saudaranya atau temannya  kemudian dia lalai dan tidak ada iktikad baik untuk membayar hutang tersebut bisa kita katakan sebagai orang yang tidak amanah dan lepas dari tanggung jawab.

Tidak jarang kita melihat hubungan persaudaraan dalam keluarga atau karib kerabat rusak karena hutang yang enggan untuk dilunasi, tidak jarang juga kita saksikan hubungan persahabatan kandas di tengah jalan karena lalainya dalam urusan hutang.

Oleh karena itu, masalah uang bukanlah masalah sepele, bahkan dikatakan bahwa seseorang itu bisa diketahui baik atau tidaknya dalam bermuamalah saat berhadapan dengan urusan uang. Ya, kita bisa tahu apakah dia bermudah-mudahan, bermain-bermain ataukah bersungguh-sungguh terlebih dalam masalah hutang.

Tak jarang kita berusaha berkompromi untuk meminjamkan uang yang mungkin dengan susah payah kita dapatkan ini dengan niat untuk membantu salah satu keluarga yang kesulitan dalam finansial, namun tak jarang sebagian orang membalas kebaikan yang kita usahakan ini dengan kelalaian dan enggan dalam melunasinya.

Bahkan sebagian orang dengan mudah meminjamkan uangnya karena itu kerabat dekat atau sahabat dimana dia berpikir bahwa seseorang yang dipinjaminya itu akan amanah dan bertanggung jawab karena masih kerabatnya atau sahabatnya. Islam pun mengajarkan demikian untuk memudahkan orang-orang yang berada dalam kesulitan seperti mereka yang sedang meminjam uang untuk kebutuhannya. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengatakan, “Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat” (HR. Muslim)

Namun perkara akan menjadi berbeda, jika kita telah membantu untuk memudahkan kesulitan orang lain namun orang yang dibantu tersebut enggan untuk menunaikan kewajibannya untuk membayar hutangnya.

Pelik memang jika pertama kali meminjam dan tak kunjung untuk melunasi mungkin sebagian orang akan merelakannya, namun jika dia meminjam kembali disinilah hati kita diuji. Terkadang jika menolak, rasa iba itu muncul, tegakah kita menelantarkan kawan sendiri? tegakah kita membiarkan kerabat kita dalam kesulitan?

Namun, sebagian orang yang dipinjami tersebut memang terkadang tidak tahu diri. Ya, semacam tak punya rasa malu jika berhutang berkali-kali namun tak kunjung ada niatan untuk melunasinya.

Padahal Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam selalu memperingatkan kepada kita tentang orang-orang yang enggan melunasi hutangnya. Beliau mengatakan, “Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali hutang.” (HR. Muslim). Hadits yang sangat jelas bagi kita semua bahwa hutang bukanlah perkara main-main.

Kita juga sering menyaksikan orang yang meminjami uang itu lah yang justru segan untuk menagih hutang kawan atau kerabatnya tersebut, berharap orang yang berhutang ini sadar dan tanpa perlu diingatkan untuk segera menunaikan kewajibannya.

Bahkan sebagian orang khawatir hubungan dalam persaudaraan dan persahabatannya bermasalah hanya karena hutang sehingga mendiamkannya.

Sebagian dari kita saat berurusan dengan hutang mungkin sudah memberikan tenggang waktu yang sangat lama, ada yang berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun lamanya.  Allah telah mengajarkan hal tersebut untuk memberikan tenggang waktu sebagaimana dalam firmannya, “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 280). Namun akan tidak menjadi seimbang jika orang yang sudah diberikan tenggang waktu dan kemudahan-kemudahan lainnya ini justru malah bermain-main dan tidak serius untuk menyelesaikan urusan hutangnya karena inilah yang dinamakan dengan LALAI yaitu tidak ada iktikad baik dan lepas dari tanggung jawab.

Bagaimana kita bisa mengetahui seseorang itu dikatakan LALAI?

  • Indikator pertama yang kita bisa lihat adalah tidak ada usaha untuk mencicil hutangnya karena seseorang yang benar-benar dikatakan beriktikad baik dan bertanggung jawab adalah orang yang berusaha untuk segera keluar dari hutang tersebut dengan mencicilnya sedikit demi sedikit, bukan malah membiarkannya menimbun begitu saja.
  • Kedua, kita bisa melihat dari bagaimana caranya mengelola finansial. Jika dia selalu boros dalam pengeluarannya, beli ini, beli itu padahal dia punya hutang untuk segera dilunasi maka ini menunjukkan bahwa dia tidak memiliki iktikad baik, dan menunjukkan kelalaiannya terhadap kewajiban hutang yang harus segera dilunasi.

Setidaknya dua indikator itulah yang bisa kita lihat apakah dia lalai atau tidak, apakah dia ada usaha atau tidak dalam menyelesaikan hutangnya.

Sungguh sangat disayangkan sebagian orang yang bermudah-mudahan dalam berhutang, bermudah-mudahan dan tidak ada usaha untuk keluar dari urusan ini, padahal Rasulullah Shallalllahu alaihi wa Sallam telah menjelaskan kepada kita akan keutamaan seseorang yang terbebas dari urusan hutang ini, beliau mengatakan, “Barangsiapa yang ruhnya terpisah dari jasadnya dan dia terbebas dari tiga hal: [1] sombong, [2] ghulul (khianat), dan [3] hutang, maka dia akan masuk surga. (HR. Ibnu Majah).

Bahkan dihukumi sebagai pencuri, sebagaimana dalam penjelasan Nabi kita Shallallahu alaihi wa Sallam berikut ini, Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.”

Terakhir, mari kita mengamalkan doa yang diajarkan oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu alaihi wa Sallam,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ

 

Latin : Allahumma inni a’udzu bika minal Hammi wal hazan, wa a’udzu bika minal ‘ajzi wal kasal, wa a’udzu bika minal jubni wal bukhl, wa a’udzu bika min ghalabatid dain wa qahrir rijal.

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan manusia.

Dan kepada mereka yang telah bersabar memberikan tenggang waktu dan kemudahan kepada kawan atau kerabatnya saat mengalami kesulitan maka  ingatlah selalu janji Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Barangsiapa memberi tenggang waktu bagi orang yang berada dalam kesulitan untuk melunasi hutang atau bahkan membebaskan utangnya, maka dia akan mendapat naungan Allah.” (HR. Muslim no. 3006)

 

 

Riyadh, 16 DzulQadah 1441/ 7 Juli 2020

 

 

 

 

Leave a Reply